menu

Minggu, 19 Februari 2012

SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN


Posting kali ini mengenai sejarah Kodifikasi Al-Qur'an. kita sebagai umat muslim memang sudah seharusnya mengetahui seluk beluk tentang Islam, termasuk tentang hal ini..


Sejarah Pembukuan Al-Qur'an dapat dibagi menjadi tiga periode :
1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
2. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Usman bin Affan

1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pembukuan Al Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW masih dalam bentuk ...

Pengumpulan dalam arti penulisan Al-Qur’an yang pertama.
Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para Sahabat-Sahabatnya sebagai penulis wahyu Al-Qur'an seperti : Ali bin Abi Tholib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
Ketika Wahyu atau Ayat Al-Qur’an turun, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
menuliskannya dan menunjukkan tempat Ayat tersebut dalam Surat Al-Qur’an, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Para sahabat juga menuliskan Al-Qur'an yang telah turun di tempat lainnya seperti pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, dan lain-lain..
Zaid bin Tsabit, menjelaskan : "Kami menyusun Al-Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."

Pembukuan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an di masa Nabi Muhammad SAW. Dan Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Al-Qur'an di hadapan Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW. wafat ketika Al-Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam mushaf yang tersusun dalam bentuk : Ayat-ayat dan Surat-surat dipisah-pisahkan, atau dibukukan Ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Pembukuan Al-Qur'an pada masa ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap. karena Nabi Muhammad SAW masih selalu menunggu turunnya Wahyu berikutnya .Ketika Wahyu turun, para Sahabat dan para Qurra ( pembaca Al-Qur’an ) segera menghafalnya dan para Sahabat segera menulisnya.

Kadang – kadang dalam Wahyu yang turun mengandung Ayat Nasikh dan Mansukh . Terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya ( Mansukh ) Bentuk penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib urutan turunnya /nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW-

Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan:
a) penghafalan, dan
b) pembukuan yang pertama.

b. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh Qorri ( Sahabat yang hafal Al Qur’an ) gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qorri'.

Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, untuk membukukan Al Qur’an. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.

c. Pembukuan Al Qur’an pada masa Usman.bin Affan
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Al-Qur'an diturunkan. Apabila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit , Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.

Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".

Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.

demikian tentang kodifikasi Al-Quran.. semoga bermanfaat & menambah ilmu Agama anda.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar